Perilaku
Konsumtif Menyimpang
Anak
Sekolah Dasar
Oleh
Rakhmad Fitriawan
PLB-Fakultas
Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
Universitas Negeri Yogyakarta
Abstrak :
Perilaku konsumtif lebih khusus
menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang
diperlukan secara untuk mencapai
kepuasan yang maksimal (Raymond
Tambunani). Perilaku
konsumtif memiliki banyak definisi yang masih belum memuaskan. Karena manusia
memang makhluk dengan kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu dengan menjadi
konsumen. Perilaku konsumtif tidak terjadi dengan sendirinya, namun ada
beberapa penyebab dan faktor-faktor yang memicu munculnya perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif akan memicu perilaku ketunalarasan, yakni perilaku yang
tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat bahkan melanggar hukum. Karena
perilaku konsumtif akan memaksa individu untuk memenuhi hasrat keinginannya.
Sehingga cenderung menghalakan segala cara untuk mendpatkan keinginannya
tersebut. Khususnya untuk anak sekolah dasar perilaku ini masih bisa
dikendalikan dengan pendekatan yang tepat dan efektif. Perilaku
konsumtif akan berpengaruh besar pada pertumbuhan emosi anak menuju dewasa. Oleh karena itu sebuah pendekatan mengendalikan perilaku
konsumtif anak sangat penting, bukan menghilangkan hak anak
untuk mendapatkan kebutuhannya.
|
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perilaku konsumtif sudah menjadi gaya
hidup bangsa kita, dan perilaku ini sudah menjamah diberbagai tingakatan sosial.
Namun perilaku ini
sangatlah merugikan apabila dilakukan secara berlebihan. Karena
hampir
setiap hari anak
diracuni dengan iklan-iklan televisi yang hanya berisikan tren mode terbaru,
dari pakaian sampai barang konsumsi
(makanan dan minuman). Sehingga banyak anak-anak yang terjangkit
perilaku ini. Karena mereka memang adalah sasaran empuk dengan prospek
penjualan yang tinggi.
Maraknya perilaku konsumtif
yang menyerang anak-anak sangatlah mengkhawatirkan, sebab perilaku konsumtif
bukan hanya merugikan dalam bidang ekonomi, namun akan merambah pada perilaku
menyimpang. Perilaku menyimpang sendiri merupakan bagian dari ketunalarasan,
yaitu penyimpangan perilaku atau emosi seseorang yang berakibat melanggar
norma-norma atau aturan masyarakat, bahkan sampai pelanggaran hukum. Sehingga
perilaku konsumtif merupakan salah satu penyebab atau indikator tunalaras.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi perilaku konsumtif ?
2. Bagaimana hubungan perilaku konsumtif dengan tuna laras?
3. Apakah akibat yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif?
2. Bagaimana hubungan perilaku konsumtif dengan tuna laras?
3. Apakah akibat yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif?
4. Bagaiman
cara pencegahan dini?
Perilaku Konsumtif Menyimpang
Murid Sekolah Dasar
A.
Deskripsi
Perilaku Konsumtif
Menurut Kartini Kartono (via Darwis Abu,
2006: 43) perilaku adalah segala sesuatu yang diperbuat oleh seseorang atau
pengalaman. Dan ada dua jenis perilaku manusia yakni perilaku normal dan
abnormal. Perilaku normal adalah perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat
pada umumnya, sedangkan perilaku abnormal adalah perilaku yang tidak bisa
diterima oleh masyarakat pada umumnya, dan tidak sesuai dengan norma-norma
sosial yang ada.
Dari rujukan diatas bisa disimpulkan
bahwa perilaku konsumtif merupakan
perilaku yang menyimpang atau abnormal. Karena
perilaku konsumtif bisa membuat seseorang menyimpang dari norma-norma
dimasyarakat bahkan bisa melanggar hukum. Perilaku
konsumtif umumnya menyerang
pelajar, khususnya anak sekolah dasar
yang masih mudah terpengaruh oleh
iklan-iklan di televisi. Karena sering melihat iklan inilah anak menjadi memiliki keinginan tinggi
untuk mendapatkan suatu barang yang ditawarkan lewat televisi.
Ketika keinginan anak tidak terpenuhi oleh orang
tuannya, anak akan menghalalkan segala cara untuk
memenuhi kebutuhannya tersebut, antara
lain dengan berbohong untuk
mendapatkan uang saku tamnbahan, mengambil
uang orang tuanya tanpa izin bahkan
mengambil barang orang lain. Pada akhirnya tanpa mereka sadari telah melanggar
norma dan hukum yang ada.
Perilaku konsumtif yang paling mudah
digambarkan adalah konsumtif dalam hal fashion atau penampilan, yang lebih
dikenal dengan kata tren. Kata tren sendiri berarti gaya mutakhir, terkini,
atau modern (KBBI, 2008: 584).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku mengagungkan tren merupakan tindakan
dimana seseorang bergaya sesuai dengan apa yang sedang digandrungi saat ini. Karena setiap hari anak disuguhi tayangan dengan gaya
hidup yang bebas dan terkesan urakan, baik dalam kehidupan sosial maupun cara
berpakaian. Hal ini akan membuat anak
mengikuti apa yang mereka lihat, apalagi ketika pendampingan orang tua masih kurang.
Sehingga tanpa orang tua sadari anaknya telah berperilaku konsumtif karena
mengikuti gaya hidup yang mereka lihat dimedia cetak maupun elektronik.
Ketika seorang
anak yang beranggapan sudah terpengaruh perilaaku konsumtif,
akan cenderung tidak mau berinteraksi dengan lingkungan. Kecenderungan ini akan
berlanjut pada pengelompokan atau memilih-milih pergaulan, dan pada akhirnya
akan terbentuk sebuah kelompok kecil (baca: geng), yang berisikan orang-orang
dengan kesamaan latar belakang social, sependapat atau sejalan (KBBI, 2008: 154).
Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan
saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika
(Tambunan Raymond, 2008: 1). Selanjutnya mereka mulai tidak
peduli dengan lingkungan sekitar, karena dianggap kurang menarik, kampungan,
ketinggalan jaman dan
sebagainya. Mereka hanya akan memperdulikan bagaimana caranya mengikuti tren terbaru,
bukan norma yang ada dimasyarakat. Jika sudah sampai pada perilaku tersebut,
berarti anak tersebut telah berperilaku menyimpang.
Karena telah menyimpang dari haluan-haluan yang ada dimasyarakat bahkan melanggar hukum.
B. Penyebab
Perilaku Konsumtif
Semua kejadian tersebut bukan berarti
terjadi begitu saja. Tentu ada beberapa penyebab yang memicunya, yang pertama adalah hasrat keinginan. Hasrat keinginan adalah
dorongan dari dalam diri yang menggebu-gebu untuk
mendapatkan hal yang disukai atau diminati. Sehingga
menyebabkan orang merasa sangat menginginkan
dan membutuhkannya. Hal ini lebih pada diri sendiri, dengan kata lain merupakan pengaruh
dari dalam yang tidak terkendali ketika menginginkan suatu barang.
Kedua, pengaruh anak sering
melihat tayangan yang memperlihatkan barang-barang menarik, baik fashion maupun barang konsumsi. Tayangan ini tidak
hanya dari televisi, namun media cetak dan reklame-reklame pinggir jalan, dan
ini terjadi hampir setiap menit. Sehingga memicu anak berkeinginan kuat untuk
mendapatkan barang tersebut. Dan sulit dicegah hanya dengan menasihati anak
atau mengalihkan perhatiannya mengenai keinginannya tersebut.
Ketiga, lingkungan tempat
tinggal dan sekolah. Anak akan meniru apa yang ada disekitarnya, karena pada umur sekolah
dasar lebih sering meniru lingkungannya untuk beradaptasi (labil). Belum adanya
pendirian kuat adalah faktor utama terjadinya imitasi pada anak. Sehingga anak
mudah terpengaruh dengan lingkungan dan masih memiliki rasa keinginan yang
besar terhadap suatu barang.
Keempat, pergaulan dengan
teman sebaya. “Apa yang teman miliki saya harus miliki juga”, ini adalah
prinsip seorang anak. Umumnya kepemilikan suatu barang didominasi oleh
kepemilikan teman dekatnya, sehingga katika anak mengetahui temannya memakai,
menggunakan atau memakan barang baru. Secara harafiah anak akan menginginkan
barang tersebut.
C. Akibat Perilaku Konsumtif Anak
Biasanya anak akan
berperilaku destruktif ketika meminta suatu barang pada orang tuannya, dengan
memukuli orang tuanya atau merusak barang yang ada dirumah, apabila
keinginannya tidak dipenuhi. Dan kebanyakan orang tua yang tidak sabar
menanggapinya dengan emosi, sehingga terjadi kekerasan pada anak yang sebenarnya
tidak perlu dilakukan.
Ada pun akibat selain
perilaku destruktif diatas, anak akan cenderung melakukan hal yang menyimpang
dari etika. Seperti berbohong untuk membayar kebutuhan sekolah dan sebagainya,
padahal untuk membeli barang yang diinginkan. Kemudian mencuri uang orang tuanya
hanya demi mendapatkan barang kurang penting. Bahayanya lagi anak bisa
melakukan pencurian dalam bentuk barang maupun uang milik tetangganya, dalam
hal ini anak sudah menjurus pada perbuatan criminal.
Oleh karena itu,
pengendalian perlu dilakukan sesegera mungkin sebelum anak mencapai tahap
criminal. Sering ditayangkan ditelevisi ketika seorang anak sekolah dasar
mencuri barang tetangganya hanya untuk membeli sepatu yang dikenakan seorang
artis. Ini adalah contoh nyata perilaku menyimpang akibat seorang anak
berperilaku konsumtif menyimpang.
D. Cara mengubah perilaku konsumtif anak
Sebenarnya perilaku konsumtif terjadi
karena kurangnya pengetahuan tentang manajemen keunganan sehingga akan
terbelenggu dalam perilaku konsumtif. Oleh karena itu peran keluarga dalam
member pengertian sejak dini mengenai bagaimana mengelola keuangan yang benar
dan efektif. Pengubahan perilaku menurut
MacMillan (via Darwis Abu, 2006: 2) adalah penerapan prinsip-prinsip belajar
yang telah diuji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak
sesuai. Kenbiasaan-kebiasaan yang tidak sesuai dilemahkan dan dihilangkan,
perilaku yang sesuai ditimbulkan dan diperkuat.
Ada beberapa cara untuk mengubah perilaku konsumtif
sejak dini, (Widini,
2010: 2) antara lain :
1.
Jelaskan pada anak
manfaat uang
Anak
tanpa sadar akan mengikuti tren, karena informasi yang mudah didapat mengenai
barang-barang baru. Hal ini merupakan faktor pemicu anak berkeinginan untuk
mendapatkan barang baru tersebut. Dan tanpa mereka sadari telah berperilaku
konsumtif. Untuk menghindari hal tersebut jelaskan manfaat uang pada anak. Agar
anak bisa mengelola keuangandengan baik. Ketika anak mengerti manfaat uang,
dengan sendirinya akan mampu mengontrol pengeluaran. Yaitu membatasinya dengan
hanya membeli barang yang memang benar-benar bermanfaat untuknya.
2.
Tanyakan kebutuhan anak
setiap semester
Untuk membantu anak mengelola keuangan,
setiap semester tanyakan apa kebutuhannya. Maka kebutuhan anak akan terpenuhi
namun dalam garis besar kebutuhan tiap semesternya. Sehingga anak akan belajar
mengerti bagaimana cara memanajemen keuangan, sehingga kelak mampu hidup dengan
tepat guna. Yang berarti tepat sesuai kebutuhan, dan berguna untuk
kehidupannya.
3.
Jelaskan kebutuhan dan
pengeluaran rumah tangga
Menjelaskan kebutuhan dan pengeluaran
rumah tangga pada anak dibutuhkan karena akan menghindarkan anak dari
berpikiran negatif kepada orang tua. Dan membanding-bandingkan dengan orang tua
temannya, maupun lingkungannya. Hal ini akan membuat anak mengerti keadaan
keluarga.
4.
Jelaskan tentang
pemasukan keluarga
Beri anak pengertian mengenai pemasukan
keluarga. Jelaskan pula kapan waktu gajian, sehingga ketika anak menginginkan
sesuatu bisa menyesuaikan dengan pemasukan dan waktu gajian. Sehingga tidak
terjadi pengeluaran diluar kendali. Seperti kata pepatah besar pasak daripada
tiang.
Kesimpulan
Pada dasarnya
perilaku konsumtif itu lumrah, dan merupakan sifat dasar manusia untuk memenuhi
kebutuhannya. Selama itu tidak sehingga
membengkakkan anggaran bahkan sampai mengurangi kebutuhan lain yang lebih
penting dan sifatnya premier (kebutuhan pokok). Wajib hukumnya mengarahkan seorang anak menjadi
orang yang selektif konsumtif, karena jika
dibiarkan anak akan terus berperilaku menyimpang dari norma-norma di masyarakat
bahkan melanggar hukum.
Berbagai
cara menyikapi perilaku diatas hanyalah gambaran umum. Untuk hasil yang
maksimal perlu dilakukan proses assesmen terlebih dahulu, sehingga tercipta
sebuah cara yang tepat dan efektif sesuai kebutuhan anak. Sehingga perilaku
anak tersebut bisa keluar dari penyimpangan. Dalam proses ini peran orang tua,
guru dan lingkungan sangat penting demi tercapainya penyembuhan bagi anak
tersebut. Karena anak adalah tumpuan masa depan bangsa yang seharusnya memiliki
prinsip kuat dan menjaga apa yang telah kita wariskan kepadanya, baik berupa
kebudayaan, bahasa, dan kemerdekaan.